MUARA ENIM, KITOUPDATE.COM – Ungkapan Bupati Muara Enim takut dan tidak berdaya menghadapi Lius Candra, tampaknya cukup menggambarkan polemik hukum yang tengah melibatkan Pemerintah Kabupaten Muara Enim. Hal ini dikatakan oleh Redi Kales, SH, saat memberikan penjelasan kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).
Lebih lanjut ia menjelaskan, persoalan ini bermula dari tindakan Kepala Desa Betung, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Lius Candra, yang dinilai arogan dan sewenang-wenang memberhentikan lima orang perangkat desa.
Kelima perangkat yang diberhentikan adalah Dedi Irawan (mantan Sekretaris Desa), Junaidi (mantan Kepala Dusun I), Aditia (mantan Kepala Urusan Perencanaan), Fredi Indra (mantan Kepala Seksi Pemerintahan), dan Jonianto (juga mantan Kepala Urusan Perencanaan).
Menolak pemberhentian sepihak itu, mereka kemudian menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang dengan register perkara Nomor: 67/G/2020/PTUN.PLG,” jelasnya
Masih kata Redi, dalam amar putusannya, PTUN Palembang mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya dan memutuskan untuk membatalkan surat pemberhentian tersebut.
Tidak terima, Lius Candra mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan dengan nomor perkara: 118/B/2021/PTTUN-MDN. Namun, lagi-lagi pengadilan memutuskan untuk menguatkan putusan PTUN Palembang.
Meski sudah kalah di dua tingkat peradilan, Lius Candra tetap bersikukuh dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung dengan register perkara: 173 PK/TUN/2021. Namun, Mahkamah Agung juga menolak PK tersebut.
Dengan demikian, seluruh proses hukum dari tingkat pertama hingga Mahkamah Agung berpihak kepada para perangkat desa yang diberhentikan dan menyatakan bahwa posisi mereka harus dikembalikan.
“Ironisnya, Lius Candra tetap enggan melaksanakan putusan yang telah inkrah tersebut. PTUN Palembang bahkan telah mengirimkan surat perintah pelaksanaan putusan melalui surat Nomor: W5.TUN-1/647/HK/06/V/2023, namun tetap diabaikan oleh Lius Candra,” ungkap Redi.
Atas tindakan kepala desa yang dinilai melawan hukum tersebut, kelima perangkat desa melalui kuasa hukumnya, saya (Redi Kales, SH & Partners), mengirimkan surat kepada Bupati Muara Enim dengan nomor: 04/VII/2025 yang diterima pada 24 Juli 2025. Dalam surat tersebut, Redi Kales menekankan bahwa tanggung jawab pembinaan terhadap kepala desa merupakan wewenang pemerintah daerah.
“Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 112, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewajiban untuk membina dan mengawasi pemerintahan desa,” ujar Redi Kales.
Namun hingga berita ini diterbitkan, Bupati Muara Enim belum menunjukkan tindakan apa pun terhadap pelanggaran tersebut dan terkesan cuek terhadap putusan pengadilan.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 72 menyebutkan: “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan atau pejabat yang bersangkutan atau atasan yang bersangkutan.”
Namun lagi-lagi, hingga berita ini diturunkan, belum ada tindak lanjut dari pihak Bupati atas perintah hukum tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Muara Enim, Sarpudin, ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, mengatakan bahwa persoalan ini telah dikoordinasikan dengan bagian hukum dan pihaknya masih menunggu hasilnya.
“Sudah kita koordinasikan ke bagian hukum, suratnya juga sudah naik, tinggal menunggu hasil,” ujarnya singkat. (Eko Saputra/*)