Beranda Ogan Kemering Ilir Klaim Turunkan Harga Standar, Ratusan Objek Tidak Laku Terjual

Klaim Turunkan Harga Standar, Ratusan Objek Tidak Laku Terjual

53
0

OGAN KOMERING ILIR, KITOUPDATE.COM — Meski Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menurunkan standar harga objek lelang lebak lebung dan sungai (L3S) tahun ini, pendapatan dari tradisi tahunan tersebut tetap menunjukkan performa positif. Penyesuaian harga dinilai mampu meningkatkan minat pengemin tanpa mengurangi kontribusi bagi daerah.

Pada tahap pertama yang digelar serentak di 15 kecamatan, pemerintah daerah mencatat pemasukan Rp 5,358 miliar dari 207 objek yang laku terjual dan menyisakan 122 objek yang tidak laku.

Kepala Dinas Perikanan Kabupaten OKI, Ubaidillah, menjelaskan bahwa penurunan standar harga dilakukan sebagai respons atas keluhan masyarakat pengemin terkait penurunan produktivitas perairan akibat perubahan iklim. Meski standar harga turun sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya, pendapatan tetap stabil.

“Kebijakan dari Bapak Bupati ini merupakan bentuk penyesuaian atas usulan para pengemin. Standar harga diturunkan sekitar 10 persen, namun hasil yang diperoleh pada periode pertama ini tetap maksimal,” ujar Ubaidillah, Rabu (19/11).

Ia menambahkan bahwa L3S bukan hanya kegiatan lelang rutin, tetapi juga memiliki fungsi ekologis. Pengemin yang memegang hak pemanfaatan perairan diwajibkan menjaga lingkungan agar tetap lestari, termasuk mencegah kebakaran hutan dan lahan yang berpotensi mengancam kawasan perairan.

Distribusi objek dan pendapatan

Tradisi L3S tahun ini dilaksanakan di 11 kecamatan. Pampangan menjadi wilayah dengan objek terbanyak, yaitu 62 titik. Sementara Lempuing dan Pedamaran Timur masing-masing hanya memiliki satu objek.

Dari 329 objek yang dilelang pada tahap pertama, sebanyak 207 objek laku terjual. Hasilnya, Kecamatan Jejawi tercatat sebagai penyumbang pendapatan terbesar dengan Rp 2,148 miliar, disusul Pampangan Rp 1,037 miliar, Lempuing Jaya Rp 850,5 juta, dan Pedamaran Rp 569,8 juta. Kecamatan lain seperti Kayuagung, Pangkalan Lampam, Tulung Selapan, dan Sungai Menang turut memberikan kontribusi meski dengan skala objek yang lebih kecil.

Sementara sisa objek yang belum terjual akan kembali ditawarkan pada lelang tingkat kabupaten yang dijadwalkan berlangsung pada 3 Desember 2025.

Pemerintah daerah menilai capaian ini menunjukkan bahwa penyesuaian harga justru mendorong kompetisi yang lebih sehat dan membuka ruang partisipasi lebih luas bagi masyarakat tanpa mengurangi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kearifan lokal yang menjaga ekosistem

L3S merupakan tradisi berbasis kearifan lokal yang hanya ditemukan di beberapa kabupaten di Sumatera Selatan, seperti OKI, Ogan Ilir, PALI, dan Musi Banyuasin. Tradisi ini menjadi wadah pemanfaatan perairan secara legal dan teratur, sekaligus menjaga keseimbangan ekologis di wilayah rawa dan sungai.

“Tradisi ini menghidupi dua hal: ekosistem dan ekonomi,” ujar Ubaidillah.

Pemerintah berharap praktik L3S terus berlangsung sebagai model pemanfaatan sumber daya perairan yang produktif, berkelanjutan, dan memberi manfaat bagi masyarakat luas.

“Ini tradisi yang kita jaga bersama agar tetap produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Sementara itu, pantauan KITO UPDATE di lapangan, meski pemerintah mengklaim telah menurunkan harga objek lelang sebesar 10 persen dari tahun sebelumnya, kenyataannya banyak objek yang tetap tidak laku terjual.

Salah satunya pantauan di Kecamatan SP Padang, terdapat puluhan objek lelang yang tidak laku, padahal pada tahun-tahun sebelumnya objek-objek tersebut menjadi rebutan para pengemin, meskipun dengan nominal penjualan dengan hasil akhir yang fantastis ke pengemin.

Menurut pengakuan pengemin, harga yang ditawarkan kali ini masih dianggap tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh, sehingga banyak yang kurang berminat dan menyebabkan objek tidak laku terjual. (Rico)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini