Beranda Hukum & Kriminal Cium Adanya Mafia Tanah, Kejati Sumsel Usut 8 Titik Lahan Reklamasi Bermasalah...

Cium Adanya Mafia Tanah, Kejati Sumsel Usut 8 Titik Lahan Reklamasi Bermasalah di Jakabaring

28
0

PALEMBANG, KITOUPDATE.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) kembali menunjukkan ketegasan dalam memberantas praktik mafia tanah yang selama ini menjadi penyakit laten di sektor pertanahan.

Di bawah komando Kepala Kejati Sumsel, Dr. Yulianto SH MH, lembaga penegak hukum tersebut kini tengah membidik 8 titik lahan reklamasi di kawasan Jakabaring, Kota Palembang yang diduga kuat dikuasai oleh jaringan mafia tanah.

Dalam pemaparan capaian kinerja di Griya Agung, Senin 20 Oktober 2025 kemarin, Kajati Yulianto menjelaskan bahwa fokus penyelidikan difokuskan pada dugaan tindak pidana korupsi dan pemalsuan dokumen kepemilikan aset milik Pemerintah Provinsi Sumsel.

Salah satu lokasi yang menjadi perhatian adalah lahan pembangunan Rumah Sakit (RS) Adhyaksa, yang terletak tepat di belakang Kantor Kejati Sumsel.

“Jadi ada delapan lokasi terkait dugaan mafia tanah yang saat ini sedang kami selidiki. Salah satunya di area pembangunan RS Adhyaksa. Dugaan korupsinya terkait dengan manipulasi data kepemilikan lahan milik pemerintah provinsi,” ungkap Yulianto.

Menurutnya, kasus ini berawal dari laporan resmi Badan Aset Daerah yang menemukan kejanggalan dalam dokumen kepemilikan tanah di kawasan reklamasi Jalan Gubernur H Bastari, Jakabaring, yang bermasalah sejak periode 1989–1990.

Klarifikasi Tegas Kajati Sumsel: Klaim Tanah Oleh Ivone Suroyo Diduga Gunakan Dokumen Bodong–

Dari penyelidikan awal, Kejati telah memeriksa 27 orang saksi, termasuk ahli di bidang keuangan negara.

“Hasil keterangan ahli menunjukkan bahwa kasus ini masuk dalam ranah tindak pidana korupsi. Jadi, kami tidak hanya bicara soal sengketa tanah biasa, tetapi sudah merugikan keuangan negara,” tegasnya.

Berdasarkan hasil telaah tim intelijen Kejati, diketahui bahwa total aset tanah milik Pemprov Sumsel di area reklamasi Jakabaring mencapai sekitar 2.100 hektare. Namun, sebagian besar kini diduga telah dikuasai oleh kelompok mafia tanah.

“Tim kami menemukan fakta di lapangan bahwa mafia tanah menempatkan ratusan masyarakat di atas tanah milik pemerintah. Mereka dijadikan semacam ‘tameng hidup’ agar penertiban tidak bisa dilakukan,” jelas Yulianto.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Kejati Sumsel menerbitkan Sprint Operasi Intelijen pada 10 April 2025.

Hasilnya, ratusan warga yang sebelumnya menempati lahan tersebut berhasil dipindahkan secara damai dan tanpa bentrok.

“Justru masyarakat bersedia pindah dengan sukarela setelah memahami bahwa lahan itu akan digunakan untuk pembangunan fasilitas publik seperti Rumah Sakit Adhyaksa,” tambahnya.

Meski demikian, Yulianto menegaskan bahwa hingga kini perkara belum naik ke tahap penyidikan karena proses penyelidikan di tujuh lokasi lainnya masih berlangsung.

Pihaknya ingin memastikan seluruh pihak yang terlibat, termasuk oknum-oknum kuat yang berada di balik jaringan mafia tanah tersebut, dapat diungkap secara tuntas.

“Kami tidak mau setengah-setengah. Kasus ini harus diselesaikan secara menyeluruh agar praktik mafia tanah bisa diberantas dari akarnya. Dan saya berharap, penerus saya nanti tetap punya keberanian untuk melanjutkan perjuangan ini,” tegasnya.

Langkah tegas Kejati Sumsel tersebut mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Sumsel.

Gubernur Herman Deru mengapresiasi kerja keras kejaksaan dalam melindungi dan mengembalikan aset daerah yang telah lama dikuasai secara ilegal.

Sinergi antara kejaksaan, dan pemerintah daerah ini dinilai sebagai langkah nyata untuk memastikan tidak ada lagi ruang bagi mafia tanah bermain di Bumi Sriwijaya.

Dengan penyelidikan yang terus bergulir, Kejati Sumsel menegaskan komitmennya menjaga marwah hukum dan memastikan setiap jengkal aset negara kembali ke pangkuan pemerintah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini