Beranda Ogan Kemering Ilir Jejak Gelap Dugaan Pemotongan Dana PKH Desa Muara Baru OKI

Jejak Gelap Dugaan Pemotongan Dana PKH Desa Muara Baru OKI

72
0

OGAN KOMERING ILIR, KITOUPDATE.COM – Sejumlah warga lanjut usia di Desa Muara Baru, Kabupaten Ogan Komering Ilir, harus menelan kenyataan pahit. Dana bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang semestinya menjadi penyambung hidup, justru menjadi sumber kekecewaan. Dari total Rp2,4 juta per orang, para penerima hanya membawa pulang sekitar Rp1 juta. Sisanya, menurut pengakuan mereka, dipotong oleh ketua kelompok berinisial J dengan alasan “setoran ke atas” dan “uang lelah”.

“Katanya sebagian untuk koordinator di atas, sisanya buat uang capek. Kami tidak tahu apa-apa, karena semua diurus oleh mereka,” kata seorang penerima yang meminta namanya tidak disebut.

Ironisnya, meski kartu ATM bantuan dipegang oleh penerima, mereka tidak mengetahui PIN-nya. Semua proses pencairan dikendalikan oleh J dan pengurus kelompoknya. Lansia penerima manfaat pun hanya bisa pasrah, terlebih faktor umur yang membuat ruang gerak mereka terbatas.

Pendamping PKH Desa Muara Baru, Rita Sartika, mengaku terkejut mendengar kabar tersebut. Ia menegaskan, praktik pemotongan itu dilakukan tanpa sepengetahuannya oleh ketua kelompok berinisial J.

“Saya benar-benar kaget. Kalau memang terbukti, ini sudah melanggar aturan dan mencederai kepercayaan program. Kami akan koordinasi, mengganti dana yang dipotong, dan mencoret nama yang bersangkutan dari daftar penerima,” ujarnya, Sabtu (1/10) lalu.

Rita menjelaskan, di Desa Muara Baru terdapat 96 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terbagi dalam tiga kelompok. Hanya kelompok J yang berjumlah 22 orang diduga terindikasi bermasalah. Namun dugaan bahwa potongan itu dilakukan secara sistematis dengan dalih setoran ke pihak di atasnya membuat kasus ini tak bisa dianggap sepele. Rita menyebut, pihaknya akan mengumpulkan seluruh KPM untuk mengklarifikasi persoalan tersebut.

Namun dalam perkembangan terakhir, Rita membantah adanya pemotongan. Ia mengaku telah mengumpulkan para lansia penerima PKH pada Selasa (4/11) dan tidak menemukan adanya pengakuan pemotongan dana.

“Tadi berkali-kali saya tanya ke lansia-lansia. Uang yang mereka terima cukup. Tidak ada satu pun yang menerima uang kurang. Semua ngomong menerima sesuai jumlah yang tercatat di aplikasi,” ujarnya.

Dugaan intervensi kemudian mencuat. Ada indikasi para penerima ditekan atau dipengaruhi untuk memberikan keterangan tertentu saat pertemuan berlangsung.

Salah seorang KPM yang mengetahui persis peristiwa ini, mereka takut kehilangan bantuan bila dianggap melawan pengurus kelompok. Menurut dia, bisa saja terjadi komunikasi antar anggota KPM kini tertutup rapat,

“Sekarang seolah ada kendali yang sengaja dibangun agar isu pemotongan tak meluas,” ujarnya.

Praktisi hukum Kabupaten OKI, Yadi Hendri Supriyadi, menilai fenomena ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan mengandung unsur kesengajaan atau mens rea.

“Kalau benar ada pemotongan, apalagi dilakukan oleh pengurus kelompok, itu sudah bentuk penyalahgunaan wewenang. Bisa dijerat Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan,” katanya.

Menurut Yadi, intervensi semacam itu sering kali menjadi bagian dari upaya mengaburkan jejak pelanggaran.

“Ketika pendamping atau pihak terkait melakukan verifikasi, penerima sudah dalam posisi tertekan. Mereka takut bicara jujur. Ini yang berbahaya karena membuat pengawasan kehilangan taring,” ujarnya.

Kasus di Muara Baru memperlihatkan bahwa korupsi dalam bantuan sosial tak selalu terjadi di level tinggi. Kadang ia tumbuh di akar rumput, di mana relasi kuasa antara penerima dan pelaksana tidak seimbang. Ketidaktahuan dan ketergantungan warga menjadi celah bagi pihak yang berniat mengambil keuntungan.

Bagi para lansia, nilai Rp1 juta mungkin terasa kecil, tapi di balik angka itu tersimpan pelajaran besar: bahwa niat jahat bisa bersembunyi di balik program yang seharusnya menolong.

“Jika intervensi benar terjadi, maka bukan hanya persoalan uang semata, tapi juga kepercayaan publik terhadap seluruh sistem bantuan sosial,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Ogan Komering Ilir Dwi M Zulkarnain tidak merespon permintaan konfirmasi. Melalui obrolan singkat WhatsApp dirinya seolah tidak peduli apa yang terjadi dalam kekisruhan ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini